Sunday, August 30, 2009

Always Remember to Say : ”INSYAALLAH”...

InsyaALLAH memiliki arti ”jika Allah menghendaki”, kita mengucapkan kata itu ketika kita berencana akan melakukan sesuatu. Jadi sesuatu itu masih dalam proses rencana, artinya kita sama sekali tidak tahu apakah rencana itu akan benar-benar terlaksana ataukah pada akhirnya hanya akan menjadi sebuah bangkai rencana belaka. Karena manusia hanya bisa berencana, tetapi Allah jua lah yang menjadi penentu terlaksana atau tidaknya hal tersebut. Di sini saya ingin berbagi pengalaman saya terkait dengan sebuah kata ”INSYAALLAH”.

Saya selalu berusaha di dalam setiap langkah untuk senantiasa ingat akan satu kata itu, meski ternyata penyakit lupa atau entah kenapa terkadang saya lalai mengucapkan kata itu. Pernah terucap kata janji tanpa diiringi dengan INSYAALLAH, terlontar niat tanpa diselipkan di dalamnya INSYAALLAH, tergores mimpi tanpa dihiasi dengan INSYAALLAH, dan tertulis rencana tanpa disempurnakan dengan INSYAALLAH. Lalu, apa yang terjadi ketika saya lupa dalam mengucapkan satu kata itu???. Tunggu dulu!, sebelum menjawab pertanyaan itu saya akan berikan dua contoh tentang kekhilafan saya dengan tidak mengucapkan kata INSYAALLAH:

1. Di suatu malam ketika saya sedang pulang ke Serang, dan berniat akan kembali pulang ke Jakarta, ibu saya berkata: Ita, kamu pulang ke Jakarta besok subuh saja, sekarang kan sudah malam, ibu khawatir ada apa-apa di jalan. Lalu saya pun menjawab: Ibu, besok Ita ke kantornya harus pagi-pagi sekali, jadi tidak akan sempat kalau harus berangkat dari sini nya besok subuh. (Coba sahabat amati, kata apa yang kurang pada jawaban saya tersebut??).
2. Di kantor, manager saya mengatakan kepada saya seperti ini: Rita, kamu coba follow up tentang laporan audit dari klien yang akan direvisi yang saat ini belum kita terima, dan tolong besok kamu selesaikan semuanya yah!. Lalu saya pun menjawab: Baik Kang*, saya akan telfon klien dan besok akan saya selesaikan semuanya. (Coba sahabat amati, kata apa yang kurang pada jawaban saya tersebut??).

Pada kedua jawaban dalam cerita di atas, saya benar-benar lupa mengucapkan kata INSYAALLAH, lalu apa yang terjadi pada esok harinya??. Sebuah kenyataan yang benar-benar di luar dugaan saya. Semua niat dan rencana itu menjauh bagaikan debu yang tertiup oleh angin, hilang dan terbang tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Untuk cerita pertama, besoknya saya tidak masuk kantor karena sesuatu hal yang tidak bisa saya tinggalkan. Dan untuk cerita kedua, besoknya saya pun tidak bisa masuk kantor karena saya sakit. Dan hal seperti itu selalu saya alami ketika saya lalai mengucapkan kata INSYAALLAH di setiap untaian kata dan rencana saya. Namun dasar manusia, entah kenapa penyakit lupa itu seperti enggan menjauh dan pergi dari diri ini. Sehingga kisah itu selalu terulang kembali. Astaghfirullah...

Pada awalnya saya tidak begitu sadar akan kisah yang berulang itu, semua hanya lewat dan berlalu bagai suara tukang sate yang menjerit di tengah keramaian siang ketika perut sudah kenyang, dan hanya orang-orang yang lapar lah yang sangat menyadari kehadiran tukang sate itu. Atau bagaikan teriakan tukang es yang terdengar sayup sayup ketika dia berjalan di bawah rintik hujan, dijamin suaranya hanyalah selingan yang akan menambah dramatis nya makna kata mendung sehingga membuat suasana semakin dingin dan beku.

Tetapi Alhamdulillah, semakin lama kisah berulang itu terjadi, semakin saya sadar bahwa kata INSYAALLAH itu merupakan pelengkap bagi tekad yang telah terpatri, penyempurna bagi sebuah janji yang terucap. Dan akhirnya membuat saya benar-benar takut jika saya lupa untuk mengucapkan kata INSYAALLAH. Setelah beberapa pengalaman yang mampu saya rekam dalam benak saya, pada akhirnya saya memberikan makna bagi kata INSYAALLAH tersebut sebagai berikut:

1. merupakan satu bukti kelemahan dan ketidakberdayaan saya sebagai seorang hamba, yang hanya bisa berencana, namun tidak bisa memastikan apakah rencana tersebut bisa terwujud atau tidak;
2. adalah sebuah komitmen, di mana dengan pengucapan kata tersebut maka terikatlah diri ini dengan satu janji yang harus dipenuhi, bukan justru sebuah pembenaran atau excuse untuk membatalkan atau berpaling dari janji tersebut (sahabat pasti tidak asing lagi dengan kata-kata yang pernah diucapkan oleh sebagian besar dari kita: ”lah kan saya sudah bilang InsyaALLAH kemarin, makanya saya tidak datang”);
3. sebuah doa dan harap semoga ALLAH berkenan dan juga menghendaki akan terlaksananya rencana tersebut.

Entah lah apakah pengalaman seperti itu hanya terjadi pada diri saya. Apakah sahabat sekalian memiliki pengalaman yang sama yang berhubungan dengan satu kata itu?, mari berbagilah di sini, semoga setiap rangkaian cerita bisa menggugah kesadaran kita di setiap langkah untuk senantiasa mengingat dan mengucap kata INSYAALLAH, amiin.



Note, *= Di kantor saya, panggilan para junior kepada senior nya yaitu dengan menggunakan: Mba, Mas, Bang, Kang atau Kakak . Panggilan Bapak atau Ibu hanya digunakan untuk memanggil para ”suhu” Perusahaan :)

Saturday, August 29, 2009

Miss U All... :)

Alhamdulillaah Allah masih memberikan saya kesempatan untuk berjumpa lagi dengan sahabat sekalian, sehingga saya bisa kembali menulis di sini setelah beberapa hari kemarin menghilang dari dunia persilatan jagad maya ini, meski sebenarnya masih bisa mengintip-intip dari kejauhan siiiy. Tapi sekarang sudah dapat ”kebebasan” penuh untuk bisa aktif lagi di sini :).

Satu hal yang ingin saya sampaikan adalah I Miss Uuuuuuuuu Freeeeennnnnnssss...!!
Saya curiga sepertinya sahabat-sahabat blogger tuh pada memiliki ”pelet” yah, he he he, abis baru beberapa hari saja rasanya seperti sudah tak jumpa berbulan-bulan lamanya, kangeeeennnnnnn...

Kangen ingin bertegur sapa dengan sahabat, kangen ingin mengunjungi satu per satu dan tak sabar ingin segera bisa mendapatkan pencerahan dari tulisan-tulisan yang menyentuh dan menggugah jiwa. Dan tentunya juga kangen nak bersua dan bertegur sapa dengan seseorang di dunia maya ini:), *lah siapa tuh seseorang*...seseorang yang juga sedang memandang cakrawala dan berteriak dari kejauhan tuk menyampaikan harapan itu untukku...apakah hanya di cakrawala itu kita bisa bersua?... entahlah, hanya ALLAH yang maha tahu...Dan semoga hatimu bisa membaca rasa ini...

Semoga rasa kangen kepada sahabat-sahabat adalah satu bukti dari ikatan persaudaraan dan persahabatan yang telah terbangun di atas pondasi keimanan karena ALLAH. Dan berharap semoga ALLAH akan selalu mengikat dan menyatukan hati-hati kita di jalan NYA, amiin...

Wednesday, August 26, 2009

Hiatus...

Begitu banyak pilihan menu tersaji di atas meja makan, dan kalau kita menuruti hawa nafsu bisa saja semuanya kita santap sesuka hati kita dalam waktu yang bersamaan. Tetapi diantara sekian banyak pilihan menu tersebut, tetap kita harus menentukan pilihan menu mana yang akan menjadi prioritas kita untuk disantap. Kenapa?, ya karena tubuh kita memiliki keterbatasan kemampuan untuk bisa menyantap semua menu makanan tersebut secara bersamaan.

Begitu pula di dalam realitas hidup kita. Begitu banyak pilihan di atas meja makan kehidupan, tetapi tetap kita harus menentukan pilihan menu mana yang akan menjadi prioritas untuk kita jadikan santapan dalam waktu dekat. Karena sejatinya hidup itu sendiri kan terdiri atas pilihan-pilihan, dimana kita harus memilih apa-apa saja yang akan menjadi prioritas diantara sekian banyak pilihan yang ada. Karena toh kita juga tidak akan bisa mengambil semua pilihan tersebut dalam waktu yang bersamaan. Bahkan mungkin ada satu hal yang harus kita korbankan untuk bisa meraih hal lainnya yang jauh lebih baik dan bermanfaat untuk kehidupan kita. Di dalam ilmu ekonomi hal ini dikenal dengan nama opportunity cost.

Nah berkaitan dengan prioritas-prioritas tadi, sehubungan dengan satu dan lain hal maka saya memilih untuk HIATUS dulu dari kegiatan blogging. Mohon maaf jika ada sahabat yang berkunjung, tetapi tidak ada respon/kunjungan balik dari saya. Itu bukan karena saya sombong atau tidak tahu etika blogging, tetapi karena saya sedang HIATUS. Saya yakin sahabat semua bisa maklum, karena sahabat-sahabat blogger kan baik-baik semua, iya kaaann:)

Kalau ada sumur di ladang, jangan diintip orang yang mandi...
Kalau ada umur kita panjang, InsyaALLAH kita berjumpa lagi...
(Pantun nya agak ngarang nih he he...:))

Terima Kasih, Wassalam.

Saturday, August 22, 2009

Target di Bulan Ramadhan

Hari ini kita memasuki puasa hari kedua, bagaimana dengan target ramadhan di hari pertama kemarin sahabat?, terpenuhi kah??, semoga demikian adanya ya. Kali ini saya ingin sedikti menyinggung masalah yang terkait dengan target ibadah harian kita di bulan Ramadhan.

Mencoba flashback ke beberapa tahun ke belakang, sewaktu diri ini masih berstatus sebagai mahasiswa. Teringat kembali betapa masa ketika menjadi mahasiswa merupakan masa-masa penempaan diri, mulai dari melatih kemandirian karena mulai tinggal sendiri sebagai anak kos (dan hingga sekarang pun masih menjadi anak kos, habis belum ada yang berkenan memberi tumpangan siiy:), melatih keberanian seperti harus berani dan bahkan nekat pulang malam karena melakukan kegiatan di kampus atau mengerjakan tugas dari dosen, melatih rasa tanggung jawab karena setelah menjadi anak kos segala hal yang dilakukan harus bisa kita pertanggungjawabkan baik kepada orang tua maupun kepada ALLAH, sampai kepada melatih kedisiplinan dalam beribadah. Alhamdulillah ketika baru memasuki dunia mahasiswa saya bisa langsung berkenalan dengan saudara-saudara yang senantiasa mengajak kepada perbaikan diri. Sehingga saya tidak sempat merasakan menjadi anak bandel he he he, padahal katanya jadi anak bandel tuh banyak sukanya loh, betulkah seperti itu?, ayo bagi yang merasa pernah bandel bisa berbagi cerita di sini he he:).

Kenapa saya sedikti bercerita tentang dunia kampus?, padahal di awal kan saya mengatakan akan menyinggung masalah terkait dengan target ibadah harian di bulan Ramadhan. Alasannya adalah karena pertama kali saya mengetahui tentang target terkait dengan aktivitas ibadah khususnya ibadah di bulan ramadhan ya ketika saya berada di kampus. Di sana lah pertama kalinya saya diperkenalkan kepada kedisiplinan dalam beribadah, dan salah satu cara agar kita berdisiplin menjalankan ibadah ya dengan membuat target. Saya sangat bersyukur saat itu saya diperkenalkan dengan target ibadah, karena saya memang tipe orang yang kurang terbiasa melakukan evaluasi terhadap ibadah harian saya. Dan ketika saya diajarkan membuat target, hal tersebut berhasil memaksa (dalam arti positif) saya untuk mulai belajar mengevaluasi ibadah saya (meski sebenarnya cuma sedikit yang bisa dievaluasi:). Tentu saya tidak perlu menguraikan secara panjang lebar tentang apa itu target, karena saya yakin insyaALLAH sahabat semua sudah sangat memahaminya, iya kan?. Saya hanya ingin sedikit berbagi kenapa kita perlu membuat target ibadah khususnya di bulan Ramadhan.

Sudah kah sahabat sekalian membuat target ibadah selama bulan ramadhan ini?, yaitu sebuah target yang tertulis secara mendetail mulai dari kegiatan ibadah apa saja yang akan kita lakukan, seberapa banyak kita akan melakukannya (target kita), bagaimana realisasi target tersebut hari per hari, dan hingga akhirnya insyAllah nanti di akhir ramadhan kita melakukan evaluasi untuk kemudian menyimpulkan berapa persenkah pencapaian ibadah ramadhan kita dibanding dengan target yang sudah dibuat. Dan semuanya itu dibuat secara tertulis. Kemudian mungkin ada yang iseng bertanya, harus sedetail itukah?, padahal ini kan terkait dengan ibadah personal, bukan mengenai target penjualan di sebuah departemen atau bukan pula tentang budget di sebuah perusahaan besar. Jawaban nya adalah IYA harus sedetail itu, jika kita ingin kesempatan di ramadhan ini tidak berlalu dan menguap begitu saja.

Kenapa kita harus membuat target tersebut secara tertulis dan mendetail?, tidakkah cukup bila rencana ibadah tersebut sebatas tertulis di fikiran saja, lalu kemudian dijalankan hingga nanti ramadhan usai, lebih simple kan?. Saya tidak bisa menjawab mana yang lebih bagus, karena bisa jadi setiap orang memiliki pendekatan yang berbeda. Namun menurut saya sebuah target ibadah (secara tertulis) dibuat tujuannya adalah untuk memberikan arah (guidance) bagi kita dalam menjalankan aktivitas ibadah, serta untuk kemudahan dalam mengontrol dan mengevaluasi ibadah yang telah kita lakukan tersebut, lalu akhirnya membuat kesimpulan apakah rencana ibadah kita berjalan secara efektif atau tidak?. Bila tidak efektif penyebabnya apa, serta apa yang harus kita lakukan untuk perbaikan ke depannya. Jika sebuah perusahaan yang beraktivitas untuk kegiatan duniawi saja sangat menekankan pentingnya membuat budget (target), masak iya untuk kepentingan akhirat kita lebih memilih hal yang simple aja. Tapi ya itu berpulang kepada pribadi kita masing-masing juga sih, karena hidup itu sendiri kan terdiri atas pilihan-pilihan.

Lalu seperti apakah bentuk target yang mendetail itu?, saya fikir tidak ada bentuk yang baku untuk hal ini, karena sifatnya sangat personal. Tetapi saya mencoba membuat bentuk (template) target ibadah yang bisa digunakan untuk ramadhan ini maupun di hari-hari biasa, mudah-mudahan bisa dijadikan sebagai perbandingan oleh sahabat. Karena saya membuatnya di dalam aplikasi excel (untuk memudahkan penjumlahan dan penghitungan persentase aja sih), maka template tersebut tidak bisa saya attach di sini (sebenarnya lebih karena ini sifatnya personal, jadi masing-masing orang mungkin punya bentuknya sendiri yang berbeda pula, terus plus juga gak ngerti gimana caranya, he he he maklum masih CUPU terkait hal beginian). Tapi bagi sahabat yang mungkin berminat untuk melihat dan dijadikan sebagai perbandingan bisa menghubungi saya di email: risantie@yahoo.com atau ke: risantchan@gmail.com, insyaALLAH nanti file nya saya kirim ke email sahabat. Mudah-mudahan ini tidak terlambat.

Meskipun sebuah target biasanya penuh dengan idealisme dan juga dirancang melebihi dari apa yang telah dan pernah kita capai. Namun perlu diingat bahwa target yang dibuat harus lah realistis atau membumi, artinya harus disesuaikan dengan kemampuan kita. Dan tentu saja masing-masing kita bisa mengukur sejauh mana kemampuan kita dalam beribadah, atau mungkin bisa dengan melihat pengalaman-pengalaman di tahun kemarin. Oya ada satu lagi yang musti diingat juga bahwa target ini bukanlah segala-galanya, itu hanyalah sebuah tool (alat) yang ditujukan untuk membantu kita dalam mencapai tujuan yang sesungguhnya yaitu taqwa (perbaikan diri). Dan yang terpenting juga adalah belajar untuk selalu meluruskan niat bahwa apapun yang kita lakukan hanyalah untuk mengharap ridlo-NYA.

Meski sudah memasuki hari kedua, semoga ini belum terlambat. Bagi sahabat-sahabat yang sudah membuat dan merancang target ibadahnya, mari kita sama-sama berjuang untuk bisa memberikan yang terbaik sebagai bekal untuk kesejahteraan diri kita di akhirat kelak. Dan bagi sahabat yang belum membuat target, tidak ada salahnya belajar dari hal yang sederhana dulu. Semoga ALLAH senantiasa membimbing setiap langkah-langkah kita, amiin. Mohon maaf ya jika ada yang kurang berkenan.

Sunday, August 16, 2009

Kampung ku Sayang, Kampung ku Malang... Catatan Kecil di Tengah Hiruk Pikuk Perayaan Kemerdekaan Negeriku...

Tersebutlah sebuah desa bernama Pulau Rengas, terletak di pinggiran aliran Sungai Batang Kuantan. Desa tersebut merupakan bagian dari kabupaten Kuantan Singingi (dulu kabupaten nya adalah Rengat, namun beberapa tahun terakhir dilakukan pemekaran sehingga terbentuklah satu Kabupaten baru ini) yang terletak di wilayah propinsi Riau Daratan. Mata pencaharian sebagian besar penduduk desa tersebut adalah bertani dan berternak, namun kegiatan tersebut bukan untuk tujuan komersial tetapi lebih kepada kegiatan bertani dan beternak untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari. Dan utuk memenuhi kebutuhan akan lauk pauk, biasanya penduduk mencari langsung dari sungai dan sawah dengan bermacam-macam cara dan yang masih bersifat tradisional tentunya.

Di desa tersebut sekitar 27 tahun yang lalu saya pun diizinkan untuk menginjakkan kaki pertama kalinya ke dunia ini. Meskipun hanya tinggal di desa dengan makanan dan gizi seadanya, tetapi alhamdulillah saya merasa bisa tumbuh dengan baik dan sehat (setidaknya dalam pandangan saya pada waktu itu). Saya pun melalui masa kecil di desa itu dengan berbagai cerita dan kenangan tersendiri, meskipun sejujurnya hanya sekelumit dari sekian banyak cerita masa kecil itu yang masih bisa saya ingat, karena pada usia 6 tahun saya kemudian merantau ke propinsi Jawa Barat tepatnya ke kota Serang (sekarang telah dimekarkan menjadi propinsi Banten) meninggalkan desa tercinta. Jelas tujuan utama berhijrah pada waktu itu tidak lain dan tidak bukan adalah memperbaiki masa depan. Meski sebenarnya tiada seorang pun yang tahu bagaimana kondisi masa depan dirinya di kemudian hari, tetapi yang jelas kita telah berusaha melakukan tindakan untuk bisa meraih masa depan yang lebih baik, dan hanya itu lah kewajiban manusia, sisanya tinggal kehendak Allah sajalah akan dibawa kemana hasil akhirnya.

Pada saat saya memutuskan untuk berhijrah ke Serang sekitar tahun 1988, keadaan desa saya bisa dibilang sangat memprihatinkan. Penerangan berupa aliran listrik jelas sekali belum ada, jalan-jalan masih beraspal coklat (tanah asli maksudnya), sebagian besar kendaraan pribadi penduduk pada masa itu adalah kereta (sebutan untuk sepeda di daerah sana) dan mungkin bisa dihitung dengan jari warga yang memiliki honda (sebutan untuk motor). Bahkan kalau motor (sebutan untuk mobil) sepertinya belum ada satu pun penduduk yang punya. Makanya saya ingat sekali dulu waktu masih kecil jika ada mobil yang masuk kampung yang biasanya dibawa oleh orang-orang dari rantau, maka anak-anak akan berlarian mengikuti jalannya mobil tersebut dari belakang, saking langkanya benda tersebut.

Dan ketika itu kondisi perekonomian di kampung saya sangatlah memprihatinkan, untuk tidak menyebut kondisi nya sangat buruk. Betapa tidak, sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah bertani (mengolah sawah) dengan metode yg sangat sederhana. Sama sekali belum terdapat traktor di sana, jadi masyarakat menggemburkan tanah persawahan dengan menggunakan tenaga manusia dengan bantuan peralatan seadanya yaitu cangkul. Coba anda bayangkan seberapa berat usaha dan daya yang harus dikerahkan untuk bisa mengerjakan sawah-sawah itu, sementara hasil yang nanti didapat tidaklah seberapa. Yah hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan makan hidup keluarga sehari-hari.

Masih jelas dalam bayangan saya betapa dulu ibu bapak saya harus pergi ke sawah dari pagi-pagi buta dan pulang ketika senja hari menjelang. Seharian penuh mereka mengolah sawah dengan tenaga mereka. Dan itu semua dilakukan untuk tujuan agar bisa menyambung hidup dan menyekolahkan anak-anak mereka sampai pada tingkat yang mereka mampu saja (SD atau SMP sudah lumayan menurut mereka kala itu). Bahkan terkadang tidak semua dari anak2 mereka bisa mengenyam pendidikan, harus ada yang mengalah salah satunya, dan biasanya anak perempuan lah yang diminta untuk mengalah, dan memberikan kesempatan kepada anak laki-laki untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Dan kalau anda bertanya tentang perkembangan infrastruktur di kampung saya saat itu, terus terang saya tak bisa menjawabnya dengan panjang lebar, karena memang tidak ada yang bisa saya ceritakan terkait dengan infrastruktur ini. Apa yang bisa saya ceritakan, semuanya masih dalam keadaan yang sangat alami (baca:belum ada polesan sedikitpun). Penerangan listrik?, sungguh jauh panggang dari api. Jalan raya??, tidak perlu saya uraikan, cukup saja anda membayangkan bahwa anda tengah berjalan menuju perkebunan kelapa sawit di pedalaman Kalimantan sana, maksudnya jalanan nya masih sangat original:). Lalu bagaimana dengan jembatan??, duh its very hard to say, jembatan di sana kala itu (sekarang juga masih banyak yg seperti itu) masih terbuat dari kayu, yang bahkan untuk melewatinya saja kita sudah ketakutan duluan, khawatir nanti roboh ketika kita berjalan di atasnya.

Padahal saya pernah membaca (maaf saya sudah lupa sumber bacaannya) tentang sumber pendapatan negara kala itu, dimana sebagian besar pendapatan negara kala itu berasal dari kekayaan minyak Riau. Yah wajar saja, Riau memiliki kekayaan minyak dari dalam dan di permukaannya. Betapa tidak, di kedalaman bumi nya terkandung minyak bumi yang sangat fenomenal di kala itu, dan di permukaannya terhampar ratusan hektar perkebunan kelapa sawit. Namun ternyata semua kekayaan itu tidak sedikitpun dapat dirasakan oleh penduduk setempat. Yah bisa dibilang penduduk Riau itu bagaikan tikus yang kelaparan di lumbung padi, sungguh sangat ironis.

Tahun berganti dan masa pun berlalu, hingga sekitar 20 tahun sudah lamanya saya meninggalkan desa tercinta, namun tiada perubahan signifikan yang saya temui di sana. Yang ada tuh desa makin sepi karena telah ditinggalkan oleh para penduduknya yang berhamburan merantau ke negeri orang untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak. Penerangan listrik sama sekali belum ada, jalanan pun baru beberapa tahun terakhir mendapat perhatian, tetapi tetap sampai sekarang belum diaspal juga. Salah satu alasan mereka (penguasa negara) adalah karena penduduk setempat belum memberikan akses untuk melakukan pembangunan jalan dan listrik, misalnya ada masyarakat yang tidak rela jika pepohonan di pekarangan depan rumah mereka ditebang seperti pohon kelapa. Akh!! saya fikir itu hanya salah satu bentuk pembelaan diri atas ketidakberpihakan mereka kepada rakyat saja. Padahal apa susahnya sih memberikan pemahaman dan sosialisasi kepada masyarakat tentang betapa pentingnya akses penerangan dan jalan untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat. Tetapi permasalahannya apakah sosialisasi tersebut sudah mereka lakukan dengan optimal ??. Mari coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang:).

Namun bagaimanapun kondisi kampungku dahulu dan sekarang. Kampungku tetaplah tempat ternyaman untuk aku pulang, tempat mengenang kembali cerita indah masa kecil dulu, tempat dimana aku belajar memaknai arti hidup dan perjuangan dalam dimensi kecilku. Tempat di mana aku pernah belajar bagaimana caranya menanam padi di sawah; tempat aku belajar berenang di kolam renang terluas yang pernah aku kenal; tempat bermain memanjat pohon jambu, pohon rambutan, pohon manggis, pohon rambai, pohon duku, tapi tidak termasuk memanjat pohon kelapa tentunya (karena di kampungku itu sudah menjadi tugas beruk, nanti aku dimarahi lagi sama beruk karena telah mengambil lahan mata pencahariannya he he he).

Di kampung itu pun aku telah banyak belajar membaca, membaca pagi ketika berkabut, membaca siang yang tetap sejuk meski mentari sedang memancarkan cahaya tergarangnya, membaca senja ketika sayup-sayup terdengar suara anak-anak mengaji di surau dengan penerangan lampu yang seadanya, dan membaca langit malam ketika dihiasi ribuan bintang yang mengajarkan kepada ku bahwa di tengah gelap gulita pun di kejauhan sana masih terlihat cahaya benderang kalau kita mau berusaha untuk melihat dan meraihnya.

Dirgahayu Negeriku, Negeri Cintaku...


Semoga meriah perayaan hari kemerdekaanmu, bukan sekedar perayaan yang bersifat seremonial belaka, namun hendaknya ada pelajaran berharga yang bisa kita ambil dari sana. Betapa perjuangan itu harus tetap terus berlangsung, melanjutkan perjuangan para pahlawan negeri ini. Semoga semangat akan terus mengalir di setiap aliran darah, di setiap hembusan nafas, dan di setiap ayunan langkah-langkah kita. Semangat untuk terus berbuat apapun yang bisa kita lakukan (setidaknya berbuat untuk perbaikan diri sendiri) untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan, InsyaALLAH.

Wednesday, August 12, 2009

Inspiring Dream...

Suatu malam (beberapa waktu yang lalu) saya bermimpi...suatu mimpi yang paling berkesan yang pernah saya alami sepanjang hidup....Saya menyebut nya sebagai ”inspiring dream”...

Mimpi itu adalah mimpi tentang sebuah pernikahan (pernikahan saya dengan seseorang). Sekali lagi yaitu mimpi tentang PERNIKAHAN, BUKAN mimpi KAWIN....Mengapa saya perlu menekankan tentang istilah pernikahan?, Karena jelas sekali terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara kedua istilah tersebut, meski pun salah satu dari kedua istilah tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari yang lainnya. Dan saya fikir di sini saya tidak perlu lagi menjelaskan tentang perbedaan dari keduanya, karena saya yakin tentu kita semua sudah memahaminya bukan? :).

Mengapa saya menyebut mimpi tersebut sebagai ”Inspiring Dream”?. Hal ini karena efek dari mimpi tersebut benar-benar memberikan inspirasi kepada saya untuk mulai memikirkan tentang pernikahan. Meski baru hanya sebatas memikirkan, tetapi hal tersebut tetap merupakan suatu kemajuan bagi saya (setidaknya bagi pemikiran saya tentang sebuah pernikahan)….Di mana selama ini saya cenderung berfikiran bahwa pernikahan merupakan suatu hal yang masih sangat jauh dari kehidupan saya, mungkin bisa dibilang masih berada di langit ke tujuh nya pemikiran saya (karena saking jauhnya kalli yee). Padahal kalau dilihat dari segi usia, teman-teman saya bilang (khususnya mereka yang sudah pada menikah) bahwa usia saya saat ini merupakan usia ”angkatan nikah”. Dengan kata lain yaitu usia yang sangat ideal untuk melangsungkan pernikahan....Dan dengan enteng saya menangkis pernyataan mereka dengan mengatakan bahwa insya Allah semua akan datang tepat pada waktunya…,sebuah jawaban yang klise kata mereka.

Saya tetap pada pendirian saya, dan tentu saja saya mempunyai beberapa alasan yang logis (setidaknya menurut saya) sehingga saya memiliki pemikiran seperti itu. Dan saya fikir sah-sah saja jika seseorang memiliki pemikiran yang berbeda mengenai sesuatu hal dengan pemikiran orang-orang pada umumnya. Dan mimpi tersebut telah menggugah pemikiran saya tentang pernikahan, dan benar-benar telah berhasil memaksa saya untuk melihat kembali (dan kalau perlu mungkin merevisi) rencana-rencana hidup saya, khususnya rencana kapan saya akan menikah.

Satu hal yang membuat saya sangat terkesan adalah bahwa di dalam mimpi tersebut saya merasakan bahwa saat-saat bersama dengan sang suami membuat saya benar-benar merasa tenteram dan nyaman yang luar biasa, yang belum pernah sedikitpun saya rasakan sebelumnya,...Bahkan hingga saya terbangun dari tidur pun saya masih bisa merasakan perasaan tersebut...—Subhanallah sungguh aneh-- suatu perasaan nyaman, tenteram dan damai yang menjalar ke seluruh jiwa....Waah pokoknya perasaan tenteram dan nyaman tersebut tidak bisa diungkapkan lewat kata-kata deh:).

Beberapa saat setelah bermimpi saya teringat jawaban seorang teman yang saya tanya selang beberapa hari seteah ia menikah. Pada saat itu saya bertanya: Perbedaan apa yang kamu rasakan dalam hidupmua setelah menikah??, lalu dengan penuh keyakinan ia menjawab: ”perasaan nyaman dan tenteram yang luar biasa yang belum pernah saya rasakan sebelumnya, dan itu sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata”.

Subhanallah, Allah telah mengizinkan saya untuk merasakan perasaan tersebut, meski hanya lewat sebuah mimpi, tapi tetap hal itu adalah suatu anugerah yang sangat berarti buat saya, terutama untuk pencerahan pemikiran saya.

Inspiring Dream” tersebut pun membuat saya bertanya-tanya di dalam hati (bertanya nya masih di dalam hati nih, karena belum berani bertanya terang-terangan he he..), siapakah gerangan ”seseorang” yang kelak akan menjadi ”teman sejati” pada kehidupan saya di masa depan?? (tentunya jika Allah mengizinkan), ”seseorang” yang akan selalu mendampingi saya di saat suka maupun duka, saling berbagi di kala senang dan susah dan terus bersama-sama dalam mengarungi samudera kehidupan hingga maut memisahkan...

Curious deh....Apakah dia adalah seseorang yang telah saya kenal sebelumnya di masa lalu saya, ataukah dia adalah seseorang yang dekat dengan kehidupan saya saat ini, atau mungkin seseorang yang hingga saat ini belum saya kenal sama sekali, ataauu jangan-jangan bisa jadi dia adalah seorang yang sedang membaca tulisan ini ??? he he he (excluded: wanita dan pria2 yg telah beristri:)). Lalu dimana kah dia sekarang??, apakah saat ini dia berada satu kota dengan saya, satu propinsi, satu negara atau mungkin saat ini dia berada di Negeri Sakura nun jauh di sana??? duuh penasaran deh:).

Yah misteri tentang perjodohan memang benar-benar bikin hati deg-degan dan penasaran (”dokidoki” cek basa Jepang na mah.)...Tapii biarlah rasa ingin tahu dan penasaran tersebut tetap menjadi sebuah misteri hingga kelak waktu akan menjawabnya.... tul gak???. *


*Note:
Tulisan ini ditulis sekitar dua tahun yang lalu dan pernah saya posting di blog saya yang lainnya. Barusan saya membuka-buka kembali tulisan-tulisan yang pernah saya buat, dan entah kenapa terbersit keinginan untuk mem-posting kembali tulisan yang satu ini di tempat yang baru...Jadi terfikir aja bahwa dua tahun yang lalu inspiring dream tersebut telah mampu mengubah pemikiran saya tentang sebuah pernikahan. Dan dua tahun berlalu dari waktu itu (tepat nya saat ini) ternyata misteri tersebut masih belum terungkap. Demo, daijoobu desu! :).

Sunday, August 09, 2009

Bila CINTA...

Bila CINTA masih di CAKRAWALA, RAIHLAH ia dengan DOA-DOA mu...

Bila CINTA telah di depan mata, maka tataplah ia dengan SYUKUR mu...

Bila CINTA telah memanggil, DATANG lah dengan membawa HARAP mu...

Bila CINTA telah mendekat, SAMBUT lah ia dengan sepenuh HATI mu...

Bila CINTA bisa bersatu, jaga dan RAWAT lah ia dengan segenap KEKUATAN mu...

Bila CINTA telah memeluk, maka DEKAP lah ia dalam KEHANGATAN mu..

Bila CINTA telah meminta, BERILAH ia dengan seluruh JIWA RAGA mu...

Namun Bila CINTA ternyata harus PERGI, tetaplah BERSABAR dalam keSENDIRIanmu..

Semoga hanya ALLAH lah alasan dan TUJUAN dibalik semua kata CINTA itu...

Karena hanya ALLAH lah yang BERKUASA tuk menautkan HATI nya dengan HATI mu,

hingga nanti DIA izinkan CINTA itu akan tetap ADA, merangkai CERITA, melalui MASA,

dan selalu BERSAMA hingga sampai pada EPISODE kehidupan yang sesungguhya...

INSYAALLAH...

Dan bilakah CINTA itu akan ada UNTUKKU ???

Friday, August 07, 2009

Pelajaran dari Seorang Bapak Penarik Gerobak Sampah

Satu hari saya berpapasan dengan seorang Bapak yang sedang menarik gerobak sampah di pinggiran kali Sunter. Pada saat berpapasan tersebut tidak sengaja saya mendengar Bapak itu mengucapkan Alhamdulillah ketika beliau menerima ”sesuatu” dari seseorang, dan setelah membaca Alhamdulillah kemudian dilanjutkannya dengan mengucapkan terima kasih kepada seseorang tersebut. Subhanallah, hati saya bergetar mendengar ucapan Bapak itu.

Kenapa hati saya bergetar?, karena saya mendengar bahwa Bapak itu dengan secara sadar mengucapkan Alhamdulillah terlebih dahulu, baru kemudian mengucapkan terima kasih pada saat beliau menerima sesuatu (baca:rizki) dari orang lain. Saya langsung terfikir betapa Bapak ini begitu mulianya karena yang pertama kali beliau berikan ucapan terima kasih adalah ALLAH, sang Pemberi rizki yang sesungguhnya, baru kemudian kepada manusia yang hanya berperan sebagai perantara untuk sampainya rizki tersebut ke tangan beliau.

Sikap Bapak tersebut memberikan pelajaran kepada saya bahwa: pertama; Bapak itu benar-benar menyadarai bahwa setiap apapun rizki atau anugerah yang kita terima dalam hidup ini hakikatnya adalah berasal dari ALLAH dan hanya akan terjadi atas kehendak NYA, karena itu sudah sepantasnya dan seharusnya lah yang pertama kali berhak mendapatkan ucapan terima kasih kita adalah ALLAH, meski sebenarnya tanpa ucapan terima kasih itu pun tidak akan berkurang sedikitpun kekayaan ALLAH di jagad raya ini. Kedua; Bapak itu menyadari bahwa beliau juga harus memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada manusia yang telah menjadi perantara atas anugerah dan nikmat yang telah ia terima, yaitu dengan mengucapkan terima kasih dengan sepenuh hati.

Sikap syukur dan terima kasih yang tulus itu telah membukakan pintu-pintu rizki yang lainnya yang mungkin sebelumnya masih tertutup, karena sebagaimana janji Allah di dalam Alquran: ”sungguh jika kamu bersyukur maka akan aku tambah nikmatku untukmu, tetapi jika kamu ingkar maka sesungguhnya azabku sangatlah pedih”. Rasa syukur itu terdiri atas rasa syukur kepada ALLAH yang terutama, dan juga rasa terima kasih kepada manusia yang telah diutus oleh ALLAH sebagai perantara dan jalan untuk sampainya anugerah tersebut kepada kita. Di mana tentunya rasa syukur kepada ALLAH itu bukan hanya sebatas ucapan, tetapi harus dilanjutkan dengan perwujudan syukur lainnya yaitu dengan meneruskan kembali anugerah yang telah diterima dari ALLAH kepada saudara kita yang membutuhkan.

Betapa saya malu memandang diri ini, sudah sedemikian sadarkah saya untuk senantiasa ingat kepada Allah dengan langsung mengucapkan Alhamdulillah ketika mendapatkan rizki atau pun nikmat lainnya, rasanya masih jauh sekali. Biasanya yang pertama kali saya ucapkan adalah terima kasih kepada seseorang yang pada saat itu menjadi perantara rizki buat saya. Bahkan mungkin saya terkadang lupa mengucapkan Alhamdulillah karena saya merasa telah mengucapkan terima kasih.

Betapa seorang Bapak yang mungkin secara kasat mata dianggap oleh sebagian besar orang hanyalah manusia biasa baik dilihat dari segi materi maupun pangkat, status sosial dsbnya, namun memiliki kepekaan dan kesadaran yang luar biasa mengenai siapa yang pertama kali yang patut dan layak diberi ucapan terima kasih pada saat kita mendapatkan nikmat di dalam kehidupan sehari-hari.

Alhamdulillah, hari ini ENGKAU telah membuka mata bathinku tentang kekurangajaranku kepada Mu ya RABB, dan terima kasih Bapak karena engkau telah memberikan satu pelajaran yang sangat berharga dalam hidupku. Semoga Allah senantiasa memudahkan jalan rizki untuk Bapak, amiin.

LinkWithin

Blog Widget by LinkWithin