Friday, October 30, 2009

30 Menit Bersama Nenek, Ditemani Bintang & Rembulan...

Malam itu, waktu telah menunjukkan pukul 9 kurang 15 menit, it’s time to go home!. Nah karena jarak kosan saya dengan tempat kursus tidak terlalu jauh, maka saya lebih memilih berjalan kaki daripada harus naik ojek, lumayan kan selain mendukung program kesehatan tubuh juga bisa sedikit berhemat untuk kesehatan kantong. Yah begitulah anak kos, kalau masalah berhemat tuh sepertinya memang keharusan deh, bukan satu kesadaran:).

Seperti biasanya, kalau berjalan di malam hari maka saya akan sangat menikmati perjalanan itu, sehingga saya pun berjalan dengan sangat santainya sambil merasakan hembusan sepoi angin malam dan mengamati lalu lalang orang dan kendaraan yang sudah mulai sepi. Sesekali saya pun akan berhenti dan memandang serta menikmati keindahan langit malam dari kejauhan. Namun sayang seribu kali sayang pesona langit malam di Jakarta tak seindah langit malam di kampung saya, di Kuantan sana. Tetapi dimanapun itu, pesona langit malam buatku tetap takkan pernah bisa habis untuk disyukuri. Dan itulah salah satu wujud karya cipta nan agung dari sang PEMILIK jagad raya ini.

Meski sebenarnya angin malam jalanan kurang begitu sehat, tapi entah kenapa saya sangat menikmatinya. Berada di samping kekasih hati membuat suasana semakin romantis, berjalan berdampingan bermandikan kemilau cahya lampu berwarna kuning keemasan, ditambah dengan hangatnya sinar rembulan yang melengkapi pancaran cahya bintang yang tak pernah berhenti bersinar. ”Eiit stop!!!” kata hatiku, seketika aku clingak-clinguk ke samping kanan dan kiri, eeeh ternyata enggak ada orang ding!, hoooo jadi barusan tuh lagi ngayal toh hihihihi, jadi malu!:). ”Tidak mengapa bila tak ada kekasih hati, kan ada Kekasih Sejati yang selalu setia menemani, yakinlah itu Ta”, kata hatiku memberikan wejangan.

Dan tidak lama setelah itu, dari jarak yg tidak begitu jauh aku melihat di depanku ada seorang wanita yang juga sedang berjalan sambil menggendong sebuah karung yg berukuran besar, yang aku perkirakan isinya adalah sampah-sampah plastik. Tapi ukuran karung yg begitu besar tersebut terlihat melebihi dari besarnya ukuran tubuh wanita itu, sampai-sampai dia harus membungkuk ketika berjalan untuk mengimbangi beratnya beban karung tersebut. ”sungguh wanita yang kuat” kataku berguman. Lalu tanpa membuang waktu, langsung saja aku kejar dan hampiri wanita itu.

”Ibu, pulangnya kemana?”, tanyaku sambil mengiringi langka-langkah kakinya. ”Nenek pulang ke Pedongkelan sana Cu’”, jawabnya dan kemudian menghentikan langkahnya. Lalu kami pun sedikit menepi, lebih merapat ke sisi trotoar jalan, agar aman dari lalu lintas kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi. Masih dengan posisi berdiri aku kemudian lanjut bertanya: ”kenapa malam-malam begini masih berjalan mencari sampah-sampah ini Nek?, memang dari jam berapa nenek mulai mengumpulkan ini semua”, kataku sambil sedikit nyerocos. ”Iya, memang setiap hari nenek selalu pulang jam segini Cu, karena nenek kan mulai keluarnya siang menjelang sore hari, dan baru pulang ya jam segini ini” katanya sambil membetulkan letak karung sampah yang segede gaban itu. Duh terus terang aku tidak tega melihat nenek itu, tapi apa yah yang bisa aku lakukan buat nya *sambil sedikit mikir*.

Seketika tanpa aku duga dan aku minta nenek itu langsung bercerita tentang diri dan keluarganya dengan penuh semangat, masih terus sambil berdiri menggendong karung sampah itu. Nampaknya dia ingin bercerita banyak kepadaku, ”baiklah, mungkin ini adalah salah satu yang bisa aku berikan buat nenek itu, memberikan sedikit waktuku untuk mendengarkan ceritanya”, kata ku di dalam hati. Sebelum dia bercerita sebenarnya aku ingin memintanya untuk meletakkan dulu karung itu, supaya ngobrolnya lebih enak. Tapi melihat nenek sudah begitu bersemangatnya ingin bercerita, aku urungkan niatku karena tak ingin memotong ceritanya. Dan jadilah malam itu aku mendengarkan cerita nenek sambil berdiri di pinggir jalan di sekitaran Cempaka Mas. Latarnya memang masih di Simpang Coca Cola juga nih, ya iyalah! kan aku sudah dinobatkan menjadi ketua preman di situ sekarang:D.

Lalu aku pun mulai mendengarkan cerita nenek dengan seksama sambil terus memandangi wajahnya yang telah keriput dimakan usia. Di tengah lalu lalang orang di jalanan itu nenek terus bercerita tentang anaknya yang semata wayang yang sudah tidak peduli lagi dengan kondisi hidupnya, anaknya justru lebih sering bersikap kasar dan melawan kepada orang tua. Nenek sudah sekian tahun ditinggal oleh sang suami, dan saat ini nenek hanya tinggal bersama seorang cucu di daerah kumuh di pinggiran Ibukota.

Sebenarnya tidak banyak yang nenek harapkan dari anaknya, beliau hanya berharap bahwa anak itu ”mengakui” keberadaan dirinya yang telah melahirkannya dengan susah payah. Bahkan sampai ada yang bilang bahwa anak yg telah dilahirkannya itu adalah seorang anak angkat karena sama sekali tak mau ambil peduli dengan keadaan ibunya sendiri. Tapi nenek itu sama sekali tidak mau merepotkan anaknya, makanya beliau masih terus berusaha apapun yang masih bisa dikerjakan. Saat ini yang masih kuat dikerjakan oleh nenek adalah mengumpulkan sampah-sampah plastik, koran, kardus dan sejenisnya yang selanjutnya akan dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut cerita nenek juga kalau dulu mungkin nenek masih ada pekerjaan tambahan lain yaitu menjadi buruh cuci, tetapi sekarang nenek sudah tidak mampu lagi katanya.

Nenek yakin bahwa selagi kita mau berusaha, apapun itu asalkan halal maka jangan pernah takut kelaparan. Karena nenek percaya ALLAH itu maha Pemurah, dan ALLAH tidak akan membiarkan hambaNYA dalam kesendirian. Nenek juga mengatakan bagaimana pun tidak pedulinya anak yg telah dilahirkan itu kepada dirinya, namun ia masih terus mendoakan anaknya, agar selalu bahagia di dunia ini dan bisa selamat di akhirat kelak. Hanya itu setiap hari yang nenek mintakan kepada Sang Gusti ALLAH, katanya. Meskipun nenek hanya orang kecil, tapi DIA yang maha mendengar dan tak pernah tidur tidak akan pilih kasih kepada hamba NYA. Siapa yang mau berusaha maka ALLAH lah yang akan memudahkan jalannya. Dan Nenek selalu yakin akan hal itu, lanjutnya sambil memandang wajahku dan kemudian berucap: ”nama cucu siapa?” katanya, ”Nenek panggil saja aku Rita” kataku menjawab pertanyaan nenek.

Kelihatannya Nenek sudah sangat lelah, dan tak terasa rupanya sudah 30 menit aku berdiri bersama Nenek di pinggir jalan itu. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 10 malam, lalu aku pun mohon pamit kepada Nenek karena sudah cukup larut rupanya, aku harus segera meninggalkan tempat itu sebab sudah semakin menyeramkan buatku *aneh!! ketua preman kok ternyata penakut juga yak:)*. Lalu kami pun berpisah di persimpangan Coca Cola itu.

Sambil berjalan seorang diri diantara lalu-lalang kendaraan dan anak-anak jalanan, aku masih terus teringat nenek. Betapa setiap manusia itu pasti memiliki kisah dan cerita hidupnya masing-masing, dan setiap kisah itu telah tertulis di dalam sebuah kitab di Lauhil Mahfud sana. Hanya saja yang membedakan antara satu cerita hidup manusia dengan manusia lainnya adalah sejauh mana setiap diri mampu berjuang dan mengusahakan yang terbaik untuk kelangsungan hidupnya. Dan setiap manusia mempunyai semangat juang yang berbeda-beda tentunya, tapi satu hal yang pasti adalah siapa yang bersungguh-sungguh maka insyaALLAH dia lah yang akan mendapatkan keberhasilan. Dan apapun hasil yg kita peroleh, itu merupakan kondisi terbaik untuk kita dalam pandangan ALLAH.

Malam itu, bisa mendengarkan sekilas tentang cerita seorang nenek yang hidup di tengah belantara kota metropolitan merupakan sebuah anugerah buat diriku. Aku sadar dengan sepenuhnya bahwa ALLAH lah yang telah menakdirkan pertemuanku dengan nenek di tempat itu, di jam segitu dan dengan latar suasana yang seperti itu. Mari sahabat kita berikan sedikit waktu kita untuk mendengarkan cerita dan keluh kesah ”mereka”. Selama ini kita mungkin hanya memandang dan membicarakan mereka dari kejauhan, jarang mencoba untuk mendekat dan menyelami hati mereka, mencoba merasakan apa yang sedang mereka rasa dan apa yang sebenarnya mereka inginkan. Walaupun tak banyak memang yang bisa aku berikan kepada Nenek, bahkan mungkin teramat sedikit, yah hanya 30 menit dari waktuku. Tetapi setidaknya dengan aku mau mendengarkan cerita nenek, mudah-mudahan bisa sedikit mengurangi dan meringankan beban bathinnya. Sehingga ia bisa melangkah dengan hati yang juga mudah-mudahan lebih ringan serta dengan senyuman tentunya, amiin dan semoga ya Rabb.


Friday, October 23, 2009

Cinderamata dari Sahabat


Sejak jam 3 pagi tadi ada masalah yang cukup serius dengan perut saya, sehingga harus bolak balik ke kamar kecil. Jadi hari Jumat ini akhirnya saya putuskan untuk tidak masuk kantor saja, daripada nanti saya tidak bisa menahan ”tuntutan” dari dalam tubuh untuk segera keluar, yah lebih baik saya di rumah saja deh. Lagian di kantor pun pekerjaan sedang tidak padat, karena belum mulai masuk klien.

Siang harinya ketika saya baru saja balik dari kamar kecil, ada seorang petugas kurir memanggil dan mengetuk-ngetuk pintu pagar, lalu saya hampiri petugas tersebut. Dan memang tepat sekali ternyata pak kurir tersebut mencari nama saya. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Ketika saya lihat, wah ini kiriman dari Pak guskar rupanya, sebuah buku yang sedang saya nanti-nantikan!. Dan saya amati bungkus nya persis sekali dengan gambar yg kemarin dipasang pak gus pada postingan Lastri Jatuh Cinta # 2. Saya pandangi lekat-lekat bungkusan tersebut. ”Hmm, pekerjaan tangan mba Lastri nih memang rapi yah” kataku dalam hati. Rasanya sayang sekali kalau sampul ini di buka, makanya saya urungkan niat saya untuk membukanya, karena masih ingin terus melihat bungkusan itu sampai puas:).

Setelah hampir 1 jam lebih saya puas memandangi bungkusan tersebut, akhirnya saya putuskan untuk kemudian membukanya. Dan jreng jreng jreng!!!, tampaklah cover sebuah Novel berjudul Negeri 5 Menara karangan A Fuadi. Di sebelah atas judul tersebut ada sebuah tulisan yg ditulis pada potongan kertas berwarna putih yang berbunyi: ”Cinderamata Kenduri Narablog 2009 Jilid 2 guskar.com”. Lalu saya lepaskan potongan kertas tersebut, dan langsung saya tempelkan kembali di halaman kedua setelah halaman cover, dan kemudian saya tuliskan di bawah tulisan tersebut tanggal saya menerimanya yaitu tanggal 23 Oktober 2009.

Sejak pertama kali saya melihat cover novel itu pada postingan Pak Guskar yang berjudul Woro-Woro, saya telah jatuh cinta pada judul novel tersebut. Waktu itu saya berucap: ”Ya ALLAH aku ingin sekali novel itu”, kata saya dalam hati sambil merengek. Tapi kemudian keinginan itu langsung terlupakan begitu saja. Dan saya pun kemudian ikut berpartisipasi dalam Kenduri Narablog nya Pak Gus tanpa berharap banyak, yah benar-benar hanya ingin meramaikan saja. Dan betapa senangnya saya pada saat pengumuman di postingan ”Mereka yang Beruntung” saya melihat bahwa saya mendapatkan novel ini. Alhamdulillah, ALLAH mengabulkan keinginan saya.

Pada saat membaca judul novel ”Negeri 5 Menara” ini, saya sama sekali belum bisa membayangkan gambaran cerita yang disuguhkan di dalamnya. Lalu iseng-iseng saya pun membuka halaman novel tersebut secara acak, dan akhirnya pandangan mata saya terdampar pada halaman 107. Setelah saya baca rangkaian kata, kalimat dan paragraf yang ada pada halaman tersebut. Subhanallah, sebuah novel yang sangat inspiratif saya fikir. Saya baru membaca satu halaman loh, tetapi semangat dan jiwa saya seperti telah dibakar (secara positif) oleh goresan-goresan kalimat di dalam lembaran tersebut.

Pada halaman 107 tersebut, saya membaca diantaranya paragraf-paragraf sebagai berikut: ”ada dua hal yang paling penting dalam mempersiapkan diri untuk sukses yaitu: pertama, going the extra miles, atau terjemahan bebasnya di situ ditulis ”tidak menyerah dengan rata-rata”. Kalau orang belajar 1 jam, dia akan belajar 5 jam; kalau orang berlari 2 kilo, dia akan berlari 3 kilo; kalau orang menyerah di detik ke sepuluh, dia tidak akan menyerah sampai detik 20. Selalu berusaha meningkatkan diri lebih dari orang biasa. Itulah budaya going the extra miles. Kedua, tidak pernah mengizinkan diri kalian dipengaruhi oleh unsur di luar diri kalian. Oleh siapa pun, apa pun dan suasana bagaimana pun. Kalian lah yang berkuasa terhadap diri kalian sendiri, jangan serahkan kekuasaan kepada orang lain. Kalian punya pilihan di lapisan diri kalian paling dalam, dan itu tidak ada hubungannya dengan pengaruh luar”.

Membaca satu halaman tersebut membuat saya semakin bernafsu ingin langsung melahap halaman demi halaman dari buku itu. Hmm, tampaknya akhir minggu ini insyaALLAh akan dihabiskan dengan membaca novel baru ini nih:).

Dan dalam kesempatan ini, saya ingin mengucapkan Terima Kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Agus Sukarno Suryatmojo atas Cinderamata nya dan kepada Sabai nan Aluih atas pilihan novel yang diberikan. Semoga ALLAH memberikan balasan yang sebaik-baiknya kepada beliau berdua. Dan semoga cinderamata ini semakin mempererat ikatan persahabatan dan persaudaraan diantara kita semua, amiin.


Wednesday, October 21, 2009

Menyusuri Jalan Kenangan - Blok # 2, Selesai.

Aku terus melangkah dengan sangat pelan dan sesekali berhenti, mencoba melihat sekeliling, apa saja yang berbeda dengan suasana pada saat dulu aku melewati jalan itu. Dan ternyata sudah banyak sekali yg berubah. Seperti kata Pak Guskar, sekarang sudah ada flyover, jadi kemacetan sudah jauh sekali berkurang dibandingkan dulu, sudah ada pagar yang membatasi antara jalan dengan bangunan Cempaka Mas, dan sudah banyak terdapat rumput-rumput liar di sepanjang jalan itu.

Namun ternyata masih ada beberapa yang tidak berubah yaitu masih banyak anak jalanan yang hilir mudik, dan beberapa orang pemungut sampah yang tengah duduk karena kelelahan, serta lalu lalang para pengunjung Cempaka Mas dengan mobil-mobil mewah mereka. Sungguh sebuah pemandangan yang memilukan buat aku. Diantara lalu lalang mobil mewah itu masih ada anak jalanan yang mencari makan di kotak-kotak makanan sisa, dan begitu banyak juga para pemulung sampah yang harus menahan rasa lapar karena belum dapat uang untuk beli makanan.

Dari sekian banyak hal yang telah berubah, tentunya bagiku satu yang sangat membedakan suasana jalan itu antara dahulu dan sekarang yaitu: dulu saat aku berjalan di situ masih ada dia di sampingku, namun kini aku berjalan sendiri dengan segala rasa yang telah menepi, yah mungkin saja karena rasa itu telah lelah menanti sesuatu yang tak kunjung nyata, sehingga akhirnya ia pun menyerah dan kemudian memutuskan untuk menghentikan langkah-langkah asa dan mimpinya...

Di tengah-tengah ”keautisan” ku menikmati kenangan masa lalu itu, dari jarak beberapa meter aku melihat ada yg sedang memperhatikanku dengan seksama. Dipandanginya aku dari kejauhan sambil mengusap keningnya. Dalam hati aku bilang: ”nih orang kenapa yah kok memandangi aku seperti itu?”, seperti ada yang salah dengan diriku, apakah aku seperti orang yg sedang kebingungan???, ataukah wajahku saat itu memang memperlihatkan seseorang yg sedang mengenang masa lalu?. ”Ah rasanya tak mungkin orang itu tahu tentang apa yg ada di dalam hatiku saat ini, memangnya dia peramal apa!”, kata hatiku.

Lalu setelah aku sampai di dekatnya dia langsung bertanya: ”mau kemana Nak?” sapanya dengan ramah dan penuh tanda tanya, ”ooh tidak, saya hanya sedang berjalan-jalan saja pak” jawabku singkat ditambah seulas senyuman. ”Bapak sudah makan?” tanyaku kepada bapak yang ada di hadapanku itu. ”waah boro-boro makan Nak, nih sampah-sampah yg saya kumpul dari tadi juga belum dijual” katanya dengan sedikit lemas namun tetap dengan senyumannya yang memancarkan ketegaran.

Tampak sekali rona keletihan pada raut muka bapak itu, wajahnya yang telah tampak tua dan renta saat itu basah bermandikan keringat, menunjukkan telah begitu jauh perjalanan nya di hari itu. Tubuhnya yang kurus dan coklat, serta tulang-tulang yang bermunculan menunjukkan betapa telah begitu panjang dan berlikunya cerita hidup yang telah dia lalui. Namun sorot matanya tidak pernah sedikitpun memperlihatkan keputusasaan dan kelemahan. Meski baru bertemu untuk pertama kalinya, tetapi buatku bapak ini adalah sosok manusia yang penuh dengan optimisme dan sangat mandiri. Di sebelah tempat ia duduk, terdapat satu karung besar yang berisikan sampah-sampah plastik yang siap untuk dijual.

Seketika itu juga entah kenapa langsung terbayang olehku sesosok wajah yang kini telah tiada, seorang Bapak yang telah menjadi jalan kehadiranku di dunia ini, hiks. Kucoba menahan bulir-bulir bening di ujung mata yang sudah mendesak ingin berhamburan keluar, aku tahan dengan sekuat tenaga agar tak dilihat oleh bapak itu. Beberapa saat kemudian aku sodorkan kepadanya selembar uang yang aku fikir lebih dari cukup untuk makan Bapak itu.

”Ini untuk Bapak”, kataku sambil tetap menahan bendungan di mataku. Lalu beliau pun menolak dan bilang: ”tidak usah Nak, terima kasih, nanti saya tunggu semua sampah-sampah ini laku saja”. Lalu aku pun bilang: ”iya, tapi saya tetap ingin memberikan ini untuk Bapak” kataku sambil terus menyodorkan tanganku padanya. Lalu dengan sedikit ragu beliau menerima sodoran tanganku sambil berujar lirih: ”saya terima ya Nak, tapi bukan saya yang minta sama anak loh ya”, katanya dengan suara yang mengandung nada kekhawatiran. ”iya saya tahu, ini kan saya sendiri yang ingin memberikannya pada Bapak, jadi memang bukan Bapak yg memintanya” sambung ku dengan senyuman terbaikku. Lalu beliau pun tersenyum sambil berucap: ”terima kasih banyak Nak, semoga ALLAH memurahkan rizkimu ya”, ”terima kasih kembali pak, amiin, mari pak”, kataku sambil berlalu meninggalkan Bapak itu.

Setelah berlalu dari bapak itu, aku biarkan bulir-bulir bening di mataku mengalir, dan setelah itu rasanya kerinduan kepada ayah tercinta bisa sedikit terobati. Yah meski hanya sedikit dari lautan rindu yang tak bertepi. Biarlah hanya ALLAH yang akan menyampaikan rinduku padanya, dan cukuplah kepada ALLAH kugantungkan harapan agar kerinduan tuk berjumpa dengannya menjadi sebuah kenyataan...

Subhanallah, bapak tadi adalah salah satu contoh orang yang sangat menjaga dari sikap meminta-minta demi sebuah kehormatan dan martabatnya. Yah itulah contoh manusia yg memiliki harga diri meskipun dia hidup berbalutkan kekurangan dan kemiskinan. Betapa beliau takut dicap telah meminta sesuatu yang bisa dia cari dengan usaha dan jerih payahnya sendiri. Walaupun mungkin hasil yg bisa diperoleh tidak seberapa, tetapi buat orang-orang seperti Bapak itu harga diri adalah sesuatu yang harus dijaga dan dipertahankan sepanjang hayat masih dikandung badan.

Alhamdulillah, betapa berharga pengalaman di hari itu, terima kasih ALLAH. Jalan Kenangan itu terasa semakin indah dalam hatiku, karena menjadi jalan pertemuanku dengan seorang Bapak semulia beliau...


By risantchan di jalan kenangan...


Saturday, October 17, 2009

Menyusuri Jalan Kenangan - Bag # 1

Siang itu (5 hari yang lalu tepatnya, dan di hari Selasa lebih detilnya), setelah nongkrong sebentar di salah satu toko buku di Cempaka Mas *caelah istilahnya nongkrong coy*:), aku kemudian berjalan mengikuti kemana langkah-langkah kaki ini akan menapak *hihihihi puitis beneeer*. Nah ketika aku sampai di perempatan simpang coca cola, aku lantas berhenti, entah mengapa aku bingung akan kemana melangkah, seperti enggan untuk melanjutkan perjalanan pulang ke kosan, sehingga akhirnya aku palingkan wajah ku ke sebelah kiri dari tempat aku berdiri.

Saat itu aku sedang berdiri di depan Cempaka Mas sambil menghadap lurus ke arah Pulogadung. Setelah berpaling ke arah kiri, nampaklah olehku sebuah jalan, ”jalan kenangan”. Cerita di balik jalan itu kini telah usai tentunya. Telah menjadi sebuah cerita masa lalu, telah masuk dalam gudang-gudang penyimpanan memori dan tak akan pernah bisa aku ambil lagi keculai DIA yang menghendaki aku untuk meraih kembali bagian dari masa lalu itu di ranah masa depan.

Kemudian aku putuskan untuk melangkah menyusuri jalan kenangan itu, mencoba menghadirkan kembali ”rasa” yang dulu pernah aku miliki saat berjalan bersamanya di sana, tapiii ternyata tak bisa. Meski hanya sekedar ingin merasakan saja ”rasa” yg dulu pernah hadir sebagaimana adanya, tetap tak bisa. Ternyata segala hal yang telah kita kubur dan telah kita ikhlaskan menjadi bagian dari masa lalu benar-benar akan menghilang yah, menghilang dari waktu yang kita miliki saat ini, menghilang dari rasa, dan menghilang dari keberadaannya di dalam ranah memori kekinian kita. Cerita itu telah tersimpan dengan sangat rapi di dalam kotak-kotak memori. Kita memang bisa menghadirkan kembali rasa masa lalu itu namun tetap dengan keberadaan raga kita di masa kini, jadi bagaimana pun, rasa nya pasti akan berbeda. *Ternyata saya lemot yah dalam mengambil pembelajaran tentang kehidupan, hiks*.

Ketika kita berjalan di masa kini dan mencoba menempatkan diri di ranah masa lalu, maka tidak akan pernah berhasil, karena masa kini adalah masa kini dengan segala eksistensi dan kekiniannya, dan masa lalu itu telah berlalu dengan segala cerita dan kenangan terdahulunya. Mencoba menghadirkan kembali kenangan masa lalu, mungkin bisa saja, tetapi tetap dengan nuansa kekinian yang ada, yang nyata di depan mata kita. Sama seperti kita yang mencoba membayangkan masa depan dalam ranah masa kini, pun tidak akan pernah bisa melahirkan keadaan ”rasa” yang sesungguhnya yang mungkin nanti akan terjadi bila itu benar-benar terjadi. Bisa jadi lebih dari yg kita bayangkan atau mungkin jauh dibawah ekspektasi kita.

Jadi yang paling berharga yang kita miliki adalah masa sekarang ini lah, karena itu harus kita syukuri, dan biarkanlah masa lalu itu bersemayam di dalam lemari memori penyimpanan, yang berdinding bening dan telah terkunci dengan sangat rapat, yang bisa kita lihat kapan pun bila kita mau dan ingin belajar darinya, tapi tetap tak bisa kita buka lagi, karena kunci nya telah tertelan dan dibawa oleh sang waktu yg takkan pernah kembali...


By risantchan di jalan kenangan...


Wednesday, October 14, 2009

Kata Terurai Jadi Laku

Kulitnya hitam. Wajahnya jelek. Usianya tua. Waktu pertama kali masuk ke rumah wanita itu, hampir saja ia percaya kalau ia berada di rumah hantu. Lelaki kaya dan tampan itu sejenak ragu kembali. Sanggupkah ia menjalani keputusannya? Tapi ia segera kembali pada tekatnya. Ia sudah memutuskan untuk menikahi dan mencintai perempuan itu. Apapun resikonya.

Suatu saat perempuan itu berkata padanya, " Ini emas-emasku yang sudah lama kutabung, pakailah ini untuk mencari wanita idamanmu, aku hanya membutuhkan status bahwa aku pernah menikah dan menjadi seorang istri." Tapi lelaki itu malah menjawab, " Aku sudah memutuskan untuk mencintaimu. Aku takkan menikah lagi."

Semua orang terheran-heran. Keluarga itu tetap utuh sepanjang hidup mereka. Bahkan mereka kemudian dikaruniai anak-anak dengan kecantikan dan ketampanan yang luar biasa. Bertahun-tahun kemudian orang-orang menanyakan rahasia ini kepadanya. Lelaki itu menjawab enteng, " Aku memutuskan untuk mencintainya. Aku berusaha melakukan yang terbaik. Tapi perempuan itu melakukan semua kebaikan yang bisa ia lakukan untukku. Sampai aku bahkan tak pernah merasakan kulit hitam dan wajah jeleknya dalam kesadaranku. Yang kurasakan adalah kenyamanan jiwa yang melupakan aku pada fisik."

Begitulah cinta ketika ia terurai jadi laku. Ukuran integritas cinta adalah ketika ia bersemi dalam hati…terkembang dalam kata….terurai dalam laku… Kalau hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya. Kalau hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai kepalsuan dan tidak nyata… Kalau cinta sudah terurai jadi laku, cinta itu sempurna seperti pohon; akarnya terhujam dalam hati, batangnya tegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam laku. Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh amal.

Semakin dalam kita merenungi makna cinta, semakn kita temukan fakta besar ini, bahwa cinta kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.

Rahasia dari sebuah hubungan yang sukses bertahan dalam waktu lama adalah pembuktian cinta terus menerus. Yang dilakukan para pencinta sejati disini adalah memberi tanpa henti. Hubungan bertahan lama bukan karena perasaan cinta yang bersemi dalam hati, tapi karena kebaikan tiada henti yang dihasilkan oleh perasaan cinta itu. Seperti lelaki itu, yang terus membahagiakan istrinya, begitu ia memutuskan untuk mencintainya. Dan istrinya, yang terus menerus melahirkan kebajikan dari cinta tanpa henti. Cinta yang tidak terurai jadi laku adalah jawaban atas angka-angka perceraian yang semakin menganga lebar dalam masyarakat kita.

Tidak mudah memang menemukan cinta yang ini. Tapi harus begitulah cinta, seperti kata Imam Syafii:
Kalau sudah pasti ada cinta di sisimu
Semua kan jadi enteng
Dan semua yang ada di atas tanah
Hanyalah tanah jua.


Oleh : Ust. Anis Matta


=====================================================================================

Maaf jika mungkin sebagian besar sahabat sudah pernah membaca tulisan di atas, karena memang tulisan tersebut juga saya dapatkan dari hasil browsing saya beberapa tahun yg lalu. Yah mudah2an tetap ada manfaat yang bisa diambil.

Entah kenapa sore ini saya iseng membuka file-file lama di folder pribadi saya. Ada banyak file yang saya temukan di sana, yang dulu pernah saya save ketika sedang browsing, dan ternyata semua masih saya simpan. Dulu ternyata saya hanya save aja dan belum sempat dibaca. Hingga kemudian saya temukan satu tulisan dari Ust. Anis Matta di atas, dan ketika saya baca, subhanallah dalam sekali maknanya. Terus jadi teringat sahabat2 blogger deh:), mungkin ada yg belum pernah membaca tulisan ini, karena saya fikir tulisan Ust.Anis Matta tuh bagus2 dan penuh dengan pembelajaran hidup. Semoga bermanfaat.


Sunday, October 11, 2009

Ikuti Saja Iramanya...

Ikuti saja iramanya...Bila hati ingin menangis, ya menangis lah meski mungkin orang akan mengatakan dirimu cengeng, tak perlu kau dengarkan mereka, ikuti saja kata hatimu selama itu tidak mengganggu mereka. Saat hati ingin tersenyum, ya tersenyumlah, bahkan tertawalah, asalkan jangan sampai membangunkan anjing tetangga, cukup tertawa sekedar saja maksudnya...

Namun jika hatimu sedang bingung, tak tahu apa nak dirasa, hati-hatilah jangan sampai kau melangkah dalam lorong gelap, karena nanti akan meninggalkan jejak-jejak kelabu di hamparan tanah hatimu...Jika seperti itu, biarkanlah hati itu berhenti sejenak, berikan dia waktu untuk merenung, berfikir, menimbang-nimbang, bertanya pada PEMILIKnya, sehingga nanti dia akan kembali kepadamu dengan semangat baru dan dengan kekuatan baja untuk melangkah melanjutkan sisa perjalanan...

Hidup ini memang tidak selamanya terang benderang, ada saatnya kita melalui lorong yang sangat gelap atau mungkin sekedar mendung yang menghampiri sang bumi. Namun meski mendung atau gelap itu menghampiri hidup kita, tak perlu resah atau berputus asa. Karena ada DIA yang maha PERKASA, yang akan mempergilirkan terang dan gelap, mendung dan cerah serta memasukkan siang kepada malam, dan begitu seterusnya...

Pergantian suasana terang dan gelap itu justru yang akan membuat dunia ini lebih berwarna, dan yang akan menjadikan kita jauh lebih kuat dan tegar menghadapi ruang dan lorong-lorong panjang yang mungkin akan jauh lebih gelap. Sabar dan ikhlas adalah kuncinya, itu kata ustadz tetangga...

*berbicara itu memang lebih mudah*...Tapi setidaknya dengan berbicara (baca:menulis) semoga bisa memotivasi diri untuk bertindak positif di setiap penggalan kisah hidup kita. Karena menulis juga bagian dari cara kita untuk mencurahkan setiap hal yang dirasa, serta bagian dari cara diri kita untuk menasehati jiwa yang sedang melemah. Jadi, ikuti saja iramanya...


Monday, October 05, 2009

Apakah Ada Bedanya

Apakah ada bedanya hanya diam menunggu
Dengan memburu bayang-bayang, sama-sama kosong

Apakah ada bedanya bila mata terpejam
Fikiran jauh mengembara menembus batas langit

*penggalan-penggalan lagu dari Ebiet G Ade
=====================================================================================

Di sana kau menunggu,
di sini aku memburu bayang-bayang
....................................................
Saat ini aku hanya ingin berdiam
mencoba merenung dalam kesendirian
tengok kembali jejak-jejak dari perjalanan
mungkin ada petunjuk arah yang terabaikan

keyakinan terbentur dengan realita kehidupan
Asa dan mimpi seakan menghilang ditelan keegoan
.................................................................
Coba melangkah dalam keraguan, tak bisa
Coba berjalan dalam ketakutan, pun sama
Coba tersenyum dalam kehampaan, aneh rasanya
Yang tersisa hanya rindu dan sunyi yang mendera
................................................................
Semoga DIA membuang jauh keraguan
Dan membukakan jalan keyakinan
Meski saat ini aku hanya ingin diam dalam kesunyian
Hanya itu kawan...

LinkWithin

Blog Widget by LinkWithin